GenPI.co Jogja - Nurhayati Nirmalasari, seorang wanita yang berhasil menjalankan usahanya pembuatan tempe yang produknya diberi nama Attempe.
Nurhayati tinggal dan domisili di daerah Kabupaten Sleman. Namun usahanya berlokasi di daerah Prambanan, Kabupaten Klaten.
Berbeda dengan pengrajin lainnya, Nurhayati lebih memilih untuk menggunakan bahan baku kedelai lokal.
“Lebih dari 90 persen produksi tempe di Indonesia itu kedelai impor. Jadi produk tempe saya istimewa karena dari kedelai lokal,” katanya dikutip dari Youtube Capcapung, Selasa (15/3).
Nurhayati menyebut dari sisi rasa maupun kandungan kesehatannya, kedelai lokal ini lebih bagus dibandingkan impor.
Sebab kedelai impor hampir semua merupakan rekayasa genetika.
“Kalau dari rasa, saya analogikan seperti ayam kampung dengan ayam potong,” tuturnya.
Nurhayati mengaku pada awal merintis usaha tempe dengan kedelai lokal ini mempunyai kendala.
Dia kesulitan mendapatkan pasar dari Attempe.
“Usaha tempe itu pada awal-awal banyak dukanya. Dulu produksi, 5 kg, 10 kg, 20 kg, kami lempar ke pasar, pulang semua. Karena harganya selisih Rp500 dengan tempe kedelai impor,” kata dia.
Nurhayati lalu sadar harus memberikan edukasi kepada calon konsumennya. Dia kemudian memasarkan produknya ke pasar modern.
“Semua pasar modern nasional menerima produk tempe saya,” ujarnya.
Nurhayati punya pasar sendiri untuk menjual produknya, yakni dari kalangan menengah ke atas.
“Menengah ke atas bukan dari sisi uangnya. Tapi dari sisi intelektualnya,” ucapnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News