GenPI.co Jogja - Mahasiswi program studi (prodi) Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP), Fakultas Pertanian (Faperta), Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 2020, Muthia Zahra Mutmainnah sukses mengharumkan nama UGM di kancah internasional.
Dirinya beserta tim Jong Sumatranen Bond (JSB) yang terdiri dari lima mahasiswa dari universitas yang berbeda, berhasil meraih medali emas dalam 6th International Avicenna Youth Science Fair (IAYSF), Iran dalam kategori “environmental science” yang dimulai sejak 1 Agustus-8 Oktober 2021.
Kejuaraan ini digelar oleh International Avicenna Research Center (IARC) yang bekerja sama dengan Indonesian Young Scientist Association (IYSA) dengan 408 peserta dari 12 negara.
Mutia bergabung dalam tim Jong Sumatranen Bond (JSB) yang terdiri Farrel Jonathan Vickeldo dari Teknik Biomedis, Institut Teknologi Bandung (ITB); Nahla Akila Fikria dari Farmasi, Universitas Sriwijaya (UNSRI).
Kemudian dari Institut Teknologi Sumatera (ITERA) ada Adelia Putri dari Teknik biomedis dan Abdul Khanafy dari Teknik Pertambangan.
Mutia yang merupakan ketua tim mengatakan, tim JSB mengajukan karya tulis bertajuk Biohydrogen Rice Husk with Chitosan Composite Membrane Fuel Cell (Bionarit) di bawah bimbingan Yuhan Farah Maulida.
Menurut Mutia, karya tulis tersebut mengangkat masalah limbah sekam padi yang masih belum dikelola secara maksimal oleh petani.
Setelah berkoordinasi dengan tim lewat studi literatur yang mendalam, sekam padi berpotensi besar menjadi sumber penghasil biohidrogen.
“Sumber biohidrogen itu nantinya dapat menjadi sumber energi listrik skala laboratorium dengan pemanfaatan PEMFC,” ujarnya melansir laman UGM, Minggu (5/12).
PEMFC yaitu sel elektrokimia dengan bahan bakar hidrogen yang dioksidasi pada anoda dan oksigen yang direduksi pada katoda.
Mutia menjelaskan, timnya memodifikasi perangkat elektrokimia PEMFC pada bagian membran dengan menggunakan alternatif membran rumput laut cokelat yang terfosforilasi.
“Keunggulan perangkat ini, bukan hanya penghasil energi listrik saja, tapi juga lebih terjangkau,” ujarnya.
Menurut Mutia, Bioranit memiliki harga yang terjangkau karena menggunakan sumber hidrogen dari limbah alam.
Membran organik tersebut, lanjutnya, lebih murah daripada membran nafion pada umumnya.
“Semoga nantinya banyak mahasiswa yang melanjutkan penelitian mengenai limbah organik pertanian karena memiliki berbagai potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil sumber biohidrogen,” tutupnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News