Kemenko PMK: 18,8 Persen Pelajar di Indonesia Perokok Aktif

29 November 2021 10:30

GenPI.co Jogja - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), drg. Agus Suprapto, M.Kes mengungkapkan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok tertinggi di dunia.

Menurutnya, hal itu terlihat dari data Kemenko PMK yang menunjukkan tingginya jumlah perokok yang justru berasal dari kalangan remaja.

“Ada 18,8 persen pelajar usia 13-15 tahun yang merupakan perokok aktif, sementara 57,8 persen pelajar usia 13-15 tahun terpapar asap rokok,” ungkapnya dalam acara virtual talkshow yang digelar Muhammadiyah Tobacco Control Network (MTCC), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengutip laman UMY, Senin (29/11).

BACA JUGA:  Jelang Kontes, Mahasiswa UMY Luncurkan Mobil Hemat Energi

Sementara dari sisi pencegahan, drg. Agus mengungkapkan, 60,6 persen pelajar tidak dicegah ketika membeli rokok.

Bahkan, ada 56 persen pelajar yang melihat orang membeli rokok dan merokok.

BACA JUGA:  Dosen UMY Raih Prestasi dari Penelitian Selama 12 Tahun

“Tidak hanya itu, ada pula 15,7 persen pelajar yang melihat iklan rokok elektrik di internet, dan 41,5 persen pelajar mengetahui rokok elektrik dari teman-temannya. Ini tantangan yang terbaru, dan nampaknya pemakaian rokok elektrik ini cukup pesat,” jelasnya.

Dari data yang dimiliki London School of Public Relations (LSPR), perilaku merokok sangat dipengaruhi oleh banyaknya iklan rokok di media online.

BACA JUGA:  Top! UMY Berhasil Raih Penghargaan di Kontes Mobil Hemat Energi

Dalam data itu, 100 persen remaja yang merokok akan tetap merokok setelah melihat iklan rokok.

Selain itu, 10 persen remaja memiliki kecenderungan merokok setelah melihat iklan rokok.

Dari data itu, dirinya mengatakan, Kemenko PMK tengah mengendalikan konsumsi tembakau lewat cara physical dan nonphysical.

“Kami di Kementerian sudah melakukan berbagai macam upaya dalam melakukan pengendalian konsumsi tembakau, baik melalui peraturan physical dan nonphysical,” terangnya.

Langkah physical itu dilakukan dengan cara menyusun tarif cukai dengan menjaga affordability harga agar tidak terjangkau perokok pemula, penyederhanaan struktur tarif, dan melakukan kebijakan mitigasi.

Kebijakan mitigasi itu mengatur 50 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang digunakan untuk mitigasi dampak kenaikan cukai bagi para tembakau dan buruh pabrik rokok.

Sementara itu, kebijakan non physical dilakukan dengan cara, mengembangkan lingkungan sehat dan pelaksanaan regulasi kawasan tanpa rokok di daerah.

Kemudian, memperluas layanan berhenti merokok dengan target 40 persen faskes di tingkat I di 300 kabupaten/kota, memastikan bansos tidak digunakan untuk membeli rokok. 

“Ini menjadi peran kita bersama, tak hanya pemerintah. Kita bisa memulai peran sederhana kita dalam pengendalian konsumsi rokok dengan mengedukasi keluarga kita, khususnya yang masih berusia remaja,” tandasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Budi Yuni Harto

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JOGJA