UGM: Perlu Dibuat Aturan Tegas Terkait Teknologi AI, Mengapa?

15 Oktober 2021 13:30

GenPI.co Jogja - Perkembangan teklogi kecerdasan artifisial (AI) semakin cepat selama satu dekade terakhir membantu banyak aktivitas manusia.

Pengambilan keputusan dapat dengan mudah dilakukan berkat alogaritma yang mengolah data secara dingin dan teliti untuk kemudian dihadirkan kembali dalam bentuk hasil analisa.

Meski begitu, teknologi ini dikhawatirkan membawa dampak negatif, terutama pada pelanggaran hak cipta dan risiko kebocoran data.

BACA JUGA:  Luar Biasa! Mahasiswa UNY Buat Sekolah Anti Klitih

Dekan Fakultas Hukum UGM Dahliana Hasan mengakui bila kemajuan kecerdasan artifisial yang telah banyak membantu kehidupan manusia sehari-hari.

”Namun, dari sisi hukum banyak tantangan dihadapi terhadap hak kekayaan intelektual,” kata Dahliana dalam Webinar Fakultas Hukum UGM yang bertajuk Kecerdasan Artifisial dan Tantangannya terhadap Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual, dikutip dari laman resmi UGM, Kamis (15/10).

BACA JUGA:  UNY Ciptakan E-Konseling Korban Pelecehan Seksual Berbasis Game

Dahliana mengimbau agar pemerintah dan DPR membuat aturan yang tegas terkait perlindungan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan kecerdasan artifisial melalui perubahan peraturan perundang-undangan maupun lewat interpretasi penafsiran hukum.

Wamenkumham RI, Prof. Dr. Edward O.S Hiarej., menuturkan, UU tentang Hak Cipta yang ada sekarang ini belum memikirkan soal perlindungan kecerdasan artifisial sehingga perlu terobosan dalam konteks perlindungan hak kekayaan intelektual.

BACA JUGA:  Perjuangan Tim Alfarobi UGM, Target Menang di Tengah Keterbatasan

Ia menambahkan, setiap UU butuh penafsiran dan interpretasi bila terdapat penemuan hukum baru di mana pelanggaran tersebut tidak ditemukan dalam aturan yang ada.

”Jika pembentuk UU gagal merumuskan norma maka perlu interpretasi dan penemuan hukum. AI (kecerdasan artifisial) saat ini berada pada fase dimana pembentuk UU tidak memikirkan peristiwa konkret tapi harus ada refleksi filsafati yang tidak lain adalah melindungi segenap kepentingan,” katanya.

Di lain pihak, Panji Wasmana, perwakilan dari Microsoft Indonesia mengatakan, kecerdasan artifisial mulai berkembang sejak tahun 2016. Menurut dia, AI mampu mengenali objeknya lewat deteksi wajah, kemampuan baca teks hingga kemampuan merespons bahasa.

”Saat ini kita hampir tidak bisa membedakan respons manusia maupun mesin,” katanya.

Panji menuturkan, perkembangan AI hari ini mampu membangun persepsi lewat pembacaan visi dan percakapan warganet. Disebutkan pula, AI mampu merekognisi dengan mendalami makna tersirat dalam sebuah percakapan.

Namun begitu, teknologi AI juga meninggalkan persoalan yang perlu diatur dan dicermati oleh pemerintah lewat regulasi tentang transparansi dan keamanan data pribadi agar betul-betul digunakan dengan sebaik-baiknya oleh industri dan lembaga pemerintah. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Citra Dara

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JOGJA