GenPI.co Jogja - Jika berkunjung ke kawasan lereng Gunung Merapi, tak lengkap jika tidak merasakan Jadah Tempe Mbah Carik.
Kuliner ini memiliki komposisi yang memadukan citra tradisional dan keunikan yang bercampur jadi satu.
Jadah tempe memiliki tekstur yang kenyal dan sangat lembut di lidah, berbeda dengan tempe yang biasanya memiliki tekstur kasar dan rasa yang manis.
Makanan yang mengkombinasikan ketan dan kedelai, mulanya bukan makanan yang populer.
Sang perintis, Sastro Dinomo, sendiri sudah mengolah jadah tempe sejak 1950-an di sekitar Telogo Putri Kaliurang.
Di awal usahanya, jadah tempenya hanya berjalan biasa hingga Sri Sultan HB IX bersama kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Saat itu, Sri Sultan menyicipi dan ketagihan jadah tempe milik Mbah Sastro.
Sri Sultan pun menjadikannya makanan favorit karena rasanya yang unik.
Bahkan, ia sempat mengirimkan utusannya untuk ke Kaliurang untuk menemui Mbah Sastro.
Dari situ, Sri Sultan HB IX pun memberikan nama jadah tempe, karena mengacu pada nama kedua jenis makanan itu.
Ia pun mengusulkan untuk menggunakan nama Warung Jadah Tempe Mbah Carik karena jabatan Mbah Sastro sebagai carik di kampungnya.
Walau banyak usaha yang muncul di sekitar Telogo Putri Kaliurang, Warung Jadah Tempe Mbah Carik masih tetap berdiri.
Bahkan, di tempat itu banyak bermunculan usaha serupa.
Kini, warung makan tersebut dijalankan oleh cucunya, Idha Kurnasih dan menjadi simbol kuliner dari lereng Merapi. (Visiting Jogja)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News