GenPI.co Jogja - Fenomena klitih dari yang awalnya aktivitas mencari angin di luar rumah, telah mengalami pergeseran menjadi tindak kekerasan yang mencari korban secara acak.
Dikutip dari laman resmi LM Psikologi UGM, klitih berasal dari Bahasa Jawa yang berarti aktivitas mencari angin di luar rumah.
Ada juga yang menyebut klitih dari sebutan Pasar Klitikan Yogyakarta yang mempunyai arti aktivitas santai mencari barang bekas.
Kemudian pada awal 1990, terjadi pergeseran fenomena klitih. Kondisi ini dialami ketika petugas polisi mengelompokkan geng remaja di Yogyakarta.
Polisi diketahui telah mempunyai informasi mengenai geng remasa dan kelompok anak muda yang melakukan kejahatan.
Klitih yang mulanya mempunyai makna positif berubah menjadi sebuah tindakan kejahatan yang menyerang orang secara tak terduga.
Setelah orde baru, Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto saat itu memperingatkan kepada pelajar yang terlibat tawuran akan dikeluarkan dari sekolah.
Dari ancaman itu kemudian para pelahar berkeliling mencari musuh dengan cara berkeliling kota untuk melakukan aksi klitih.
Mereka melakukannya karena ingin memperoleh pengakuan dari teman-temannya.
Selain itu juga permasalahan pribadi maupun keluarga membuat anak muda cenderung melakukan tindakan klitih.
Fenomena klitih kini telah melebar ke luar daerah, yakni di Magelang, Jawa Tengah.
Dikutip dari tribratanews Magelang, telah terjadi sekelompok pemuda cekcok di tepi jalan di daerah Magelang pada pukul 02.00 WIB, Minggu (24/7).
Peristiwa yang menyebabkan salah satu orang mengalami luka di bagian punggung itu sempat viral di media sosial.
Kapolres Magelang AKBP Mochammad Sajarod Zakun menegaskan kejadian itu bukan klitih dan sedang didalami oleh petugasnya.
“Bukan, ini bukan klitih. Petugas telah mengamankan senjata tajam. Tapi kepemilikannya masih didalami,” ucapnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News