GenPI.co Jogja - Pengamat iklim dan lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Emilya Nurhani mengungkapkan selama setahun terakhir frekuensi hujan ekstrem di perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan.
Emilya mengatakan terjadi beberapa fenomena alam seperti La Nina pada 2021 yang menyeyabkan sebagian wilayah Indonesia cenderung lebih basah.
Kemudian pada awal 2022 terjadi monsoon Asia dan ITCZ yang menimbulkan peningkatan curah hujan.
Emilya mengatakan dirinya membandingkan data curah hujan bulanan pada 1980 sampai 2010 sebagai baku iklim menurut WMO.
Dari perbandingan itu didapat sebagian wilayah Jawa mengalami pertambahan curah hujan sebesar 40-120 mm dalam 20 tahun.
Banyak wilayah di pulau Jawa juga diketahui mengalami peningkatan curah hujan harian.
Frekuensi hujan ekstrem di perkotaan ini lebih sering karena suhu udata yang lebih tinggi dibanding perdesaan, sehngga berpotensi terjadi pembentukan awan Cumulonimbus.
“Tidak hanya Indonesia. Fenomena ini juga dialami di semua belahan dunia,” tuturnya.
Emilya menambahkan curah hujan ekstrem yang lama biasanya menimbulkan genangan dan terjadi banjit.
“Banjir di dataran rendah atau cekungan. Kemudian di sekitar perbukitan atau pegunungan, berpotensi longsor,” ucapnya. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News