Selama Pandemi COVID-19, KDRT di Kota Yogyakarta Meningkat

01 Desember 2021 19:30

GenPI.co Jogja - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Edy Muhammad mengungkapkan, dari tahun ke tahun terjadi peningkatan pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota ini.

“Sejak 2019, 2020 hingga Oktober 2021 angkanya mengalami kenaikan,” ujarnya usai peringatan Hari Antikekerasan di Yogyakarta, melansir Antara, Rabu (1/12).

Berdasarkan data DP3AP2KB, kasus kekerasan pada 2019 sebanyak 122, naik jadi 145 kasus pada 2020 dan hingga Oktober 2021, tercatat 175 kasus kekerasan.

BACA JUGA:  DPRD Kulon Progo: Kekerasan Anak dan Perempuan Ibarat Bom Waktu

“90 persennya adalah kekerasan pada perempuan,” ucapnya.

Menurut Edy, selama pandemi COVID-19 justru terjadi banyak kasus kekerasan di dalam keluarga.

BACA JUGA:  Komnas Perempuan Sebut Banyak Korban Kekerasan Seksual Tak Lapor

Sedangkan kasus kekerasan pada anak juga naik, dari 39 kasus pada 2020 menjadi 55 kasus di Oktober 2021.

Edy menyatakan, sebelum pandemi COVID-19, kasus kekerasan pada anak banyak terjadi di sekolah.

BACA JUGA:  Waduh, 1.708 Anak di Kota Yogyakarta Alami Stunting

“Namun sejak sekolah dilakukan secara daring, kasus kekerasan pada anak pun lebih banyak terjadi di rumah,” katanya.

Edy menuturkan, kasus kekerasan keluarga terjadi karena intensitas pertemuan yang tinggi dibanding sebelum pandemi.

Dia menduga, para orang tua mengalami tekanan karena   harus menjadi guru saat sekolah daring.

“Orang tua juga tetap harus mengerjakan pekerjaan lain di rumah atau karena tekanan ekonomi karena pandemi,” ujarnya.

Walaupun meningkat saat pandemi, Edy mengaku harus melakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hubungan pandemi dengan kasus kekerasan.

“Secara tidak langsung, pandemi memang bisa menjadi faktor meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” jelasnya.

Edy menegaskan, pihaknya akan mendampingi para korban hingga kasusnya tuntas.

Korban yang alami kekerasan fisik akan ditangani secara medis. Untuk psikis, akan didampingi oleh psikolog.

Sedangkan untuk ke ranah hukum, keputusan itu tetap diserahkan kepada korban.

“Itu menjadi hak mereka, karena terkadang ada kondisi-kondisi tertentu yang dilematis, seperti dampak ekonomi yang akan dialami dan faktor lainnya,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga membuka konsultasi lewat Pusat Pembelajaran Keluarga untuk mencari penyelesaian masalah yang muncul.

“Sehingga tidak berlarut dan menjadi tindak kekerasan,” imbuhnya. (Ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Budi Yuni Harto

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JOGJA