GenPI.co Jogja - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengungkapkan pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat terkait kepala desa yang menyelewengkan dana desa sejak awal peluncurannya.
“Sejak peluncuran dana desa, banyak sekali laporan masyarakat yang disampaikan kepada KPK, ada ribuan laporan saya kira,” katanya saat peluncuran Desa Antikorupsi di Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, Rabu (1/11).
Namun, lanjutnya, kewenangan KPK tidak bisa menindak kepala desa karena bukan pejabat negara dan bukan penyelenggara negara.
Hal itu tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Untuk itu, Alex mengatakan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk menindaklanjuti ribuan laporan tersebut.
“Paling tidak, dilakukan klarifikasi. Jangan-jangan hanya calon kepala desa yang kalah, kemudian melaporkan atau masyarakat yang kecewa terhadap layanan desa itu,” ungkapnya.
Alex menegaskan, pihaknya akan bertindak jika ada korupsi dana desa yang berhubungan dengan penyelenggara negara, pejabat negara ataupun aparat penegak hukum.
Alex pun menceritakan kasus yang terjadi pada bulan lalu saat KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap dua bupati di Jawa Timur.
Dari kasus itu, KPK menangkap sekitar 20 calon pelaksana tugas kepala desa.
“Bayangkan, untuk menjadi Plt kades saja mereka mau dan bersedia menyetor, pasti harapannya kalau nanti ditunjuk Plt ada sesuatu yang bisa diambil,” tuturnya.
Alex mengungkapkan, saat ini desa mengelola dana sebesar Rp1,6 miliar, jika masa jabatan berlangsung selama enam tahun maka potensi dana desa sekitar Rp9,6 miliar.
Dari hal itu, menurut Alex, kepala desa bisa mengambil keuntungan sekitar 10 persen atau sekitar Rp900 juta untuk menutup pengeluaran sebesar Rp500 juta ketika maju sebagai kepala desa.
Menurut Alex, masyarakat seharusnya bisa mengawasi keberadaan dana desa, mulai dari perencanaan dan pengawasan.
“Dapat dibayangkan apa yang terjadi ketika kepala desa merangkap sebagai tokoh masyarakat, ketua suku, dan ketua adat, maka masyarakat takut semua mengawasi,” katanya.
Karena itu, dirinya menyarankan kementerian Desa PDTT untuk melihat kesiapan desa dalam mengelola dana desa sebelum mencairkannya.
Jika tidak siap, lanjutnya, kementerian bisa menyerahkan ke pemda untuk membuat program yang dibiayai dana desa.
“Meski tidak ada jaminan tidak ada penyimpangan, tetapi paling tidak dengan adanya program itu akan jelas wujudnya, fisiknya, dan seterusnya. Ini yang perlu dipikirkan ke depan,” tutupnya. (Ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News